Selasa, 04 November 2008

Apa susahnya beristiqamah ?

“Tingkatan karamah yang paling tinggi adalah senantiasa istiqamah, sekiranya seorang sanggup berjalan diatas air, terbang atau bersilat kaki diawan, tidaklah menandakan bahwa amalannya itu diterima sampai ia konsisiten dengan apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi segala yang dilarangNya. karna istandarisasi karamah adalah istiqamah.” Ibnu Taymiah.

Istiqamah atau konsisiten adalah sebuah kata yang sangat sering kita dengar, kedengarannya ringan tapi berat, mudah tapi susah, sangat sedikit orang yang bisa melakukannya, tapi apabila kita bisa untuk melakukannya maka, seakan kita menemukan solusi dari sebuah masalah.

Di abad sekarang ini, dimana kita dituntut setiap saat, bahkan setiap detik nafas yang kita hembuskan untuk mempertaruhkan keimanan, menjaga aqidah, yang dari waktu kewaktu diombang-ambingkan oleh zaman, diperbudak oleh gemerlapnya dunia, yang sewaktu-waktu ketika kita tidak sanggup lagi membendung arus zaman yang begitu deras dengan gemerlapnya dunia yang menggiurkan, maka kita harus menaggalkan keimanan kita. Sangat ironis memang, keimanan sebagai landasan hidup setiap mukmin harus ditanggalkan hanya dengan hal-hal yang sepele, harus dilepaskan hanya untuk mendapatkan kenikmatan sesaat. Maka jawaban dari semuah itu, adalah Istiqamah.

Istiqamah bukanlah dilihat dari kuantitas banyaknya amalan tapi lebih dari pada itu ia lebih menitik beratkan kepada kualitas amalan, “adwamuha wain qallah” biar sedikit asalkan konsisten, kata Nabi dalam sebuah Sabdanya, dan dalam surah Al-mulk disebutkan “Alladzi khalaqal mauta wal hayata liyabluwakum ayyukum ahsanu amala” dialah yang menciptakan hidup dan mati untuk menguji siapakah diantara manusia yang paling baik amalannya, bukan paling banyak amalannya.

Jika kita ingin mendefenisikan islam dengan satu kata, yang mewakili semua tindak tanduknya maka tidak ada kata yang pas kecuali kata Istiqamah, karna disinilah seseorang dapat meraih apa yang dia inginkan, berangkat dari titik nol yaitu beriman kepada Allah untuk berangkat meraih tujuan akhir mendapatkan keridhaan Allah, tanpa ada penyimpangan, maupun godaan sedikitpun.

Dalam menjelaskan ma’na istiqamah ulama-ulama islam memilili banyak interpretasi, tapi tidak keluar dari satu ma’na diantaranya :
1. Abu bakar ra. Ditanya tentang istiqamah, maka beliau menjawab ; “janganlah menyekutukan Allah”
2. Umar bin Khatab berkata; “konsisten dengan apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah, dan janganlah tertipu dengan tipuan serigala”
3. Usman bin Affan berkata; “ikhlas beramal karna Allah semata”
4. Ali bin Abi Thalib memaknai istiqamah “menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah Swt.
5. Dari Hasan Al Basri; “istiqamalah dalam perintah Allah, beramalah untuk ketaatan dan jauhilah larangannya”.
6. Imam Mujahid ra. Berkata ; “tetaplah dalam persaksian bahwa tiada tuhan selain Allah sampai kamu menemui ajal”
Dari pengertian diatas dapat kita mengerti bahwa arti yang paling pas untuk memaknai istiqamah adalah senantiasa berpegang teguh dalam agama, dan konsisten terhadapnya, dalam setiap saat. (Attamassuk biddin kulluhu, wa tsabat alaihi).

Istiqamah adalah kata yang mengandung arti ganda (jamiah wa maniah) seperti kata alkahaer (kebaikan), albiir, Alibadah, masing-masing menghendaki pengertian yang luas, yang tidak cukup dengan perkataan saja tapi juga dengan perbuatan dan keyakinan.

Imam Al Qurtubi menuturkan : “walaupun kata ini kelihatannya saling tindih menindih tapi abstraksinya, tetaplah teguh dalam ketaatan kepada Allah, baik keyakinan, perkataan maupun perbuatan.

Dalam Al-quran sendiri terdapat banyak ayat yang menjelaskan tentang istiqamah dengan bermacam-macam parian;
- kadang penjelasaanya dalam bentuk perintah (amr) “fastaqim kama umirtu waman taba maak wala tatgau innahu bima ta’maluna bashir”. (Hud-112). “maka tetaplah engkau ya (Muhammad)(di jalan yang benar), sebagaimana yang diperintahkan kepadamu dan (juga) yang bertobat bersamamu, dan janganlah engakau melampaui batas, sungguh, dia maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Ibnu Katsir dalam mengomentari ayat ini dalam tafsirnya mengatakan; “Allah memerintahkan kepada Rasullullah dan hambanya untuk senantiasa konsen dan tetap teguh dalam berIstiqamah, karna hal tersebut merupakan kunci suatu kemenangan, penyebab turunnya pertolongan Allah.

Dan dalam kesempatan lain imam fakru Razi menjelaskan makna ayat ini “ketika Allah dengan gamblang menjelaskan masalah wa’du wal waid, kemudian Allah berfirman kepada Rasulullah “fastaqim kama umirtu” kalimat ini merupakan kalimat jami’, mencakup semua makna yang berhubungan dengan akidah, perbuatan, baik perbuatan Rasul sendiri, atau berkaitan dengan penyampaian wahyu dan penjelasan syariat. Kemudaian beliau melanjutkan perkataanya “tidak diragukan lagi bahwa konsisten dalam Istiqamah adalah sesuatu yang sangat susah untuk ditunaikan.

Karna sering kali kekuatan emosi serta syahwat yang sangat sering mendominasi dalam diri manusia sehingga sangat sulit untuk menemuka suatu kebenaran (shiratal mustaqim), apalagi untuk konsisten dalam kebenaran tersebut, makanya ketika ayat ini turun spontan Ibnu Abbas mengatakan : “tidaklah turun sebuah ayat dalam Alquran yang terasa sangat berat bagi Nabi kecuali satu ayat ini, makanya ketika ayat ini turun Rasulullah mengatakan “syaibatni hud wa akhwatuha”, hud dan teman-temannya menyebabkan saya beruban.

- Kadang juga ayat istiqamah datang dalam bentuk pujian terhadap pelakunya dengan memberikan ganjaran kebaikan seperti dalam firman Allah; “inna ladzina qalu rabbuna allahu tsumma staqamu fala khufun alaihim wala hum yahzanun”, (Al-ahqaf 17). “ Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “tuhan kami adalah Allah”, kemudian mereka tetap Istiqamah, tidak ada rasa khawatir pada mereka, dan mereka tidak (pula) bersedih hati.”
Ini senanda dengan firman Allah dalam surah Al-jin ayat 16 “walaw istaqamu ala tahriqati laasqaenahum maan gandaqan” . “dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus diatas jalan itu (agama islam) niscaya kami kami akan mencurahkan kepada mereka air yang cukup”.

Imam Ibnu Jarir At-tabari mnegatakan dalam tafsirnya; “sekiranya orang-orang adil tersebut berjalan lurus dijalan yang benar dan konsisten, maka Kami akan melapangkan rezkinya dan memudahkannya didunia.

- Kadang juga kata Istiqamah ini turun dalam bentuk hidayah, sebgaimana dalam firman Allah “ ihdina shiratal mustaqim”. Imam Abu Ja’far bin Jarir dalam tafsir Ibnu Katsir mengatakan; Para ulama ulama ahli ta’wil sepakat bahwa yang dimaksud (shiratal mustaqim) yaitu jalan yang lurus yang tidak berliku-liku.

Allah Swt. Telah mengajarkan hambanya melalui Rasulullah untuk senantiasa memohon petunjuk supaya dituntun kejalan yang benar, karna terdapat begitu banyak jalan yang menyesatkan, dikhawatirkan ketika manusia telah terjerembab di jalan yang menyesatkan, dia tidak bisa menemukan jalan lagi untuk kembali kejalan yang benar, berbeda dengan shiratal mustaqim, karna sejak awal kita telah mengetahui kemana tujuan kita yang sebenarnya.

istiqamah terhadap perintah Allah merupakan ni’mat tersendiri bagi hambanya, tapi hal ini tidak datang serta-merta, tapi perlu sebuah mujahadah yang serius, dan pengorbanan serta kesabaran, untuk mendapatkan konsistenisasi istiqamah maka kita harus ;
1. Melakukan ketaatan, dengan menjalankan segala apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi segala apa yang dilaranNya, bersungguh-sungguh dan terus mujahadah.
2. Berilmu.
3. Ikhlas.
4. Sejalan dengan sunnah, tidak melenceng dari apa yang diajarkan oleh rasulullah Saw. Dan Salafu Shaleh .
5. Berdoa.
6. Bersahabat dengan orang-orang yang shaleh.

Setiap kerja keras pasti akan menghasilkan hasil yang memuaskan, begitulah istiqamah, bagi mereka yang sudah mampu untuk Istiqamah maka akan mendapatkan hasil yang memuaskan, diantaranya;
1. Kebahagian dunia dan Akhirat
2. Malaikat Rahmat turun kepadanya ketika ajal menjemput, dengan membawa berita gembira, “alla takhafu wala tahzanu” jaganlah kalian takut (dari mati) dan janganlah sedih berpisah dengan keluargamu.
3. Dilapankan kuburannya.
4. Dimudahkan ketika dibangkitkan.
5. Dan sebagai tujuan akhir, dia mendapatkan apa yang dia cita-citakan, yaitu bertemu dengan Tuhannya di Surga.

Sebagai suatu kesimpulan, bahwa istiqamah adalah berpegang teguh kepada agama Allah, dengan tidak berlebih-lebihan, walaupun sedikit tapi konsisten itu lebih baik dari pada banyak tapi hanya sekali, sekali lagi agama kita tidak melihat kepada kuantitas suatu amalan tapi meliahat kualitasnya. Wallahu A’lam…